Aku sudah lama mengenal dirinya, bahkan sudah sangat lama sejak aku masih di indonesia. Tapi waktu itu aku tidak begitu peduli padanya, mungkin karena aku tidak merasa begitu membutuhkanya. ya, saat itu aku tidak merasa begitu membutuhkanya.
Kedekatan ku dengannya bermula beberapa minggu setelah menginjakkan kaki di bumi kinanah ini. Aku rela mengeluarkan lembaran-lembaran pound untuknya. Aku rela pergi jauh-jauh hanya untuk menemuinya. Tidak cukup pakai bus, biar dia dan aku bisa lebih nyaman, ku stop mobil hitam putih yang jarang sekali aku lambaikan tangan untuknya. Semua itu aku lakukan hanya untuk dia yang berinisial "S".
Sejak saat itu aku makin mengenalinya, makin akrab dengannya, ingin selalu bersamanya, begitu membutuhkanya, makin merasakan kehangatan bersamanya, tanpanya hari-hariku terasa hampa, kering tapi dingin tak berkeringat.
Kalau dulu aku sekedar dekat, tapi kini sudah makin rapat dan melekat. Aku sudah tidak peduli lagi omelan orang-orang sekelilingku yang selalu menyarankan mengurangi kemesraanku bersamanya. Aku tetap dengan cintaku bersamanya. Karna bagiku dia adalah pelindungku saat petir badai menderu, dia adalah kulit tebalku saat angin dingin menyakitiku, dia juga adalah pembungkus mimpi-mimpi indahku.
Ternyata tidak hanya orang-orang disekelilingku yang gerah dengan sikapku dan orang-orang seperti aku. Tapi hal itu aku anggap angin lalu saja, aku tau mereka berniat baik, aku hargai niat tulus mereka, tapi aku benar-benar tidak bisa lari dari kenyataan, sebuah kenyataan yang menurutku semua orang juga merasakannya.
Terkadang aku sadar, dan mestinya aku harus sadar bahwa tak pantas menyayanginya seperti itu, aku tak pantas melebihkan porsi waktuku untuknya ketimbang moqorror dan hal-hal positif lainya. Ya, aku akui, aku lebih tahan bersamanya selama satu putaran bumi dari pada baca buku atau lain sebagainya. Tapi itulah hidupku, cara hidup yang menurut kebanyakan orang harus dirubah, tapi sampai saat ini aku tetap dengan cara hidupku itu.
Duhai yang berinisial "S". Meski engkau tak seindah malam bersama jutaan bintang hiasi langit. Meski engkau tak seanggun rembulan saat purnama menjelma. Meski engkau tak selembut pelangi saat hujan meretas. Meski engkau tak seriang mentari pagi bersama kicauan burung. Tapi aku sudah cukup dengan belaianmu, belaianmu yang selembut lentik jemari bidadari surga.
Duhai yang berinisial "S". disaat aku sangat membutuhkan kehangatanmu, saat waktunya kita harus bermesraan, saat kita harus berbulan madu, saat sampai masanya dunia hanya milik kita berdua, saat mimpi-mimpi indah itu harus kita lakonkan, saat sekujur tubuhku harus berada dalam dekapmu. Tapi, saat itu pula di awal desember ini tanganku harus rela melepas kesendirianmu, aku harus rela membiarkanmu usang dan berdebu, aku harus meng-iya-kan anjuran mereka. selamat tinggal kekasihku, aku pergi untuk kembali di akhir januari nanti, oh "santamoraku" !! (baca: selimut santamora)
K 2006
Kedekatan ku dengannya bermula beberapa minggu setelah menginjakkan kaki di bumi kinanah ini. Aku rela mengeluarkan lembaran-lembaran pound untuknya. Aku rela pergi jauh-jauh hanya untuk menemuinya. Tidak cukup pakai bus, biar dia dan aku bisa lebih nyaman, ku stop mobil hitam putih yang jarang sekali aku lambaikan tangan untuknya. Semua itu aku lakukan hanya untuk dia yang berinisial "S".
Sejak saat itu aku makin mengenalinya, makin akrab dengannya, ingin selalu bersamanya, begitu membutuhkanya, makin merasakan kehangatan bersamanya, tanpanya hari-hariku terasa hampa, kering tapi dingin tak berkeringat.
Kalau dulu aku sekedar dekat, tapi kini sudah makin rapat dan melekat. Aku sudah tidak peduli lagi omelan orang-orang sekelilingku yang selalu menyarankan mengurangi kemesraanku bersamanya. Aku tetap dengan cintaku bersamanya. Karna bagiku dia adalah pelindungku saat petir badai menderu, dia adalah kulit tebalku saat angin dingin menyakitiku, dia juga adalah pembungkus mimpi-mimpi indahku.
Ternyata tidak hanya orang-orang disekelilingku yang gerah dengan sikapku dan orang-orang seperti aku. Tapi hal itu aku anggap angin lalu saja, aku tau mereka berniat baik, aku hargai niat tulus mereka, tapi aku benar-benar tidak bisa lari dari kenyataan, sebuah kenyataan yang menurutku semua orang juga merasakannya.
Terkadang aku sadar, dan mestinya aku harus sadar bahwa tak pantas menyayanginya seperti itu, aku tak pantas melebihkan porsi waktuku untuknya ketimbang moqorror dan hal-hal positif lainya. Ya, aku akui, aku lebih tahan bersamanya selama satu putaran bumi dari pada baca buku atau lain sebagainya. Tapi itulah hidupku, cara hidup yang menurut kebanyakan orang harus dirubah, tapi sampai saat ini aku tetap dengan cara hidupku itu.
Duhai yang berinisial "S". Meski engkau tak seindah malam bersama jutaan bintang hiasi langit. Meski engkau tak seanggun rembulan saat purnama menjelma. Meski engkau tak selembut pelangi saat hujan meretas. Meski engkau tak seriang mentari pagi bersama kicauan burung. Tapi aku sudah cukup dengan belaianmu, belaianmu yang selembut lentik jemari bidadari surga.
Duhai yang berinisial "S". disaat aku sangat membutuhkan kehangatanmu, saat waktunya kita harus bermesraan, saat kita harus berbulan madu, saat sampai masanya dunia hanya milik kita berdua, saat mimpi-mimpi indah itu harus kita lakonkan, saat sekujur tubuhku harus berada dalam dekapmu. Tapi, saat itu pula di awal desember ini tanganku harus rela melepas kesendirianmu, aku harus rela membiarkanmu usang dan berdebu, aku harus meng-iya-kan anjuran mereka. selamat tinggal kekasihku, aku pergi untuk kembali di akhir januari nanti, oh "santamoraku" !! (baca: selimut santamora)
K 2006
0 komentar:
Posting Komentar